JAKARTA-Retrofit Gedung DPRD DKI Jakarta sebesar Rp 80 miliar terus disorot. Selain angkanya fantastis, anggaran yang tercantum dalam APBD DKI 2012 itu dialokasi ke Sekretariat Dewan DPRD DKI.
Kondisi ini menimbulkan pertanyaan besar. Sebab, untuk proses pembangunan maupun pemeliharaan gedung milik Pemprov DKI merupakan tugas pokok dan fungsi Dinas Perumahan dan KTBG DKI.
Seperti diketahui, proyek retrofit adalah proyek mengubah wajah lama gedung DPRD supaya memiliki wajah sama dengan gedung baru DPRD yang saat ini dalam pengerjaan. Gedung baru tersebut dibangun di bekas lahan gedung Dinas Pelayanan Pajak yang posisinya persis di samping gedung lama DPRD.
Karena tampilan calon gedung baru DPRD lebih dinamis dan modern, wajah gedung lama yang rencananya dipakai sebagai ruang paripurna terlihat berbeda. Padahal, gedung lama dan gedung baru DPRD akan dijadikan satu.
Akhirnya muncullah ide proyek retrofit supaya kedua gedung tersebut berpenampilan sama dan satu kesatuan. Koordinator Presidium Himpunan Masyarakat untuk Kemanusiaan dan Keadilan (Humanika) Jakarta M Saiful Jihad menegaskan, penggunaan dana APBD harus diawasi secara ketat. Jangan sampai dana APBD dimanfaatkan untuk kepentingan oknum dan segelintir orang saja. ’’Semestinya APBD dikedepankan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan meningkatkan kesejahteraan rakyat,’’ tandasnya.
Saiful berpendapat, sebaiknya alokasi anggaran yang tidak memiliki korelasi dengan program pro rakyat tidak dilaksanakan. ’’Jangan menyakiti hati rakyat dengan kebijakan-kebijakan dan tindakan pemborosan dana APBD,’’ tegas dia. Sementara itu, Indonesian Corruption Watch (ICW) meminta DPRD DKI Jakarta menjelaskan kepada publik terkait renovasi sejumlah ruang atau titik di gedung DPRD tersebut.
Sebab, anggaran yang dipergunakan untuk membenahi gedung itu sejatinya uang rakyat. ’’Ketua DPRD DKI Jakarta harus menjelaskan terkait renovasi itu, karena yang digunakan untuk pembenahan itu jelas uang rakyat. Maka, sudah seharusnya dilaporkan kepada rakyat,’’ ungkap Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW Ade Irawan kepada INDOPOS, kemarin. Menurutnya, setidaknya DPRD harus menjelaskan sebarapa buruk kondisi gedung tersebut sehingga dirasa sangat penting untuk renovasi. Itu menjadi penting dilakukan pimpinan wakil rakyat untuk menghindari opini negatif masyarakat.
’’Harus dijelaskan seberapa penting atau mendesak renovasi itu dilakukan, agar publik mengerti dan tidak timbul asumsi negatif,’’ katanya. Selain itu, lanjut Ade, harus juga ada penjelasan secara teknis pengadaan barang-barang yang digunakan untuk renovasi itu. Mulai pelelangan, jumlah atau harga materi sampai proses renovasinya. ’’Karena, biasanya di tahap itu rentan korupsi. Artinya, kalau ini tidak bisa dijelaskan, maka sangat patut diduga bahwa renovasi itu tindakan rente,’’ tegasnya. Terkait dalih sejumlah anggota DPRD yang menyatakan renovasi itu sudah dianggarkan dalam APBD, hal itu tidak bisa dijadikan alibi untuk menutupi kemungkinan dugaan renter itu. Sebab, itu hanyalah salah satu cara membela diri demi keuntungan pribadi.
’’Dianggarkan atau tidak itu masalah political will saja. Kalau mau diperdebatkan, kenapa itu harus dianggarkan? Seberapa mendesak renovasi itu sampai harus mengabaikan kebutuhan publik yang semestinya diprioritaskan?’’ ujarnya. Karenanya, jika ternyata para legislator itu tidak bisa menjelaskan terkait latar belakang renovasi tersebut, maka harus ada tindakan konkret dari penegak hukum untuk segera memeriksa pihak-pihak terlibat dalam kasus itu. ’’Harus diperiksa. Karena, kalau DPRD tidak bisa menjelaskan itu, sangat besar kemungkinan potensi korupsi dalam renovasi itu,’’ pintanya.
Di tempat terpisah, pakar konstruksi dan interior Poltak Situmorang tidak habis pikir dengan rehab yang menghabiskan Rp 80 miliar itu. Sekjen Lembaga Pembina Jasa Konstruksi Nasional (LPJKN) itu menilai ruang rapat Presiden AS Barack Obama yang dikenal dengan sebutan Ruang Oval saja tidak sampai Rp 45,8 miliar. ’’Anda lihat ruang rapat Obama, Oval Room, dengan interior full furnishing oleh DaVinci tidak sampai Rp 45,8 miliar, kursi dan furniturnya hanya Rp 29 juta per macam,’’ kata Poltak.
Sementara kursi-kursi dan meja yang digunakan di ruang rapat paripurna DPRD Jakarta atau banggar DPR RI bukan buatan DaVinci. ’’Merek DaVinci sudah melegenda dan mendunia, terkenal mahal dan saya lihat mereka menggunakan furnitur biasa,’’ jelasnya. Menurut Poltak, apartemen mewah di Jakarta saja hanya Rp 800 juta per meter persegi. Itu sudah full furnishing dari DaVinci dan Cellini. Tapi tidak menghabiskan Rp 20 miliar untuk ruangan 100 atau 200 meter persegi. ’’Apalagi ruang rapat yang biasa-biasa saja, nggak sampai segitulah, terlihat sekali ada penambahan tidak jelas,’’ ungkapnya. (rul/ris/vit)
Komentar
Posting Komentar